Sabtu, 17 Januari 2015

Tempat Persembunyian

Ada suatu kisah yang diriwayatkan tentang rahasia ilmu pengetahuan. Singkat cerita begini, suatu saat setelah ilmu pngetahuan universal baru saja diciptakan, para malaikat ngobrol serius terkait hal itu. Mereka berbeda pendapat mengenai tempat yang akan digunakan menyimpan ilmu pengetahuan maha luas itu yang paling aman.

Salah satu malaikat mengusulkan,"bagaimana kalau disimpan di dasar samudra yg paling dalam saja?"

"Ah, lebih baik di sebarkan  di tengah gurun terpanas yang tidak mungkin ada yang bisa hidup disana?" Malaikat lain menimpali.

"Atau kita simpan di dalam perut bumi saja" tambah yang lain"

Ngalor-ngidul mereka berdebat, tapi tampaknya belum ada tempat yang pas untuk menyimpan ilmu universal itu. Karena tempat-tempat yang mereka rekomendasikan itu mudah ditemukan.

Akhirnya, Koordinator malaikat memberi solusi bahwa ilmu pengetahuan itu lebih baik ditanam di dalam diri manusia. Sebab manusia cenderung untuk tidak melihat diri mereka sendiri.

"Sepakaat!" Seru malaikat.

Film "Lucy" yang baru saya tonton tiba-tiba mengingatkan saya pada kisah tersebut. Film yang memantik kesadaran kita sebagai manusia, bahwa manusia saat ini dikatakan belum mampu mengakses seluruh kecerdasannya. Manusia tercerdas di bumi ini dianggap hanya memanfaatkan sampai 20% potensi kecerdasan mereka. Ini adalah penceriteraan pencarian manusia terhadap ilmu pengetahuan di dalam diri manusia.

Hari ini kita hidup di abad dimana ilmu pengetahuan dipuja-puja, Teknologi baru diciptakan, mesin-mesin, pesawat jet, kendaraan super cepat, kesemuanya itu ditujukan untuk kemudahan hidup manusia. Hal ini membuktikan bahwa manusia telah menyadari kisah di awal tulisan ini, kalau memang manusia itu sendiri sebagai tempat persembunyian ilmu pengetahuan universal.

Di dalam diri manusia terdapat rahasia ilmu pengetahuan yang luar biasa. Pantas saja Alquran menyuratkan agar manusia agar senantiasa intropeksi diri.
Lalu seberapa jauh batas kecerdasan manusia itu sebenarnya?
Sebelum tergesa menjawab pertanyaan itu. Pertanyaan yang lebih pantas adalah apa yang sudah kita perbuat sejak sepuluh juta tahun kehidupan dianugrahkan kepada kita sebagai manusia?

"Jangan biarkan dirimu kewalahan menghadapi pertanyaan, tanggapi dengan santai." oceh Luwig Wittgenstein(1914-1916) saat saya diskusikan pertanyaan-pertanyaan diatas dengannya di forum imajiner.

Selasa, 06 Januari 2015

Januari 2015

Praktis sebulan lebih saya tak mencatatkan sesuatu disini. Karena kesibukan kah sampai tidak ada waktu? Ah tidak juga. Mungkin manusia memang yang paling pintar membuat alasan-alasan mengapa untuk menyatakan ketidaksanggupan atas penguasaan dirinya berkata jujur.

Sudah! Jangan banyak berapologia, 2015, semoga lebih bermakna dari tahun-tahun sebelumnya.
Semoga kawan-kawan juga! :)