Jumat, 14 Agustus 2015

JUMATAN

Shalat jumat siang tadi berbeda dengan jumat sebelum-sebelumnya, ada hal yang mengusik saya, ya mungkin shalat saya berarti tidak khusu'. betapa tidak, tepat disampingku ada anak kecil yang belum jelas bicaranya, ia bersama ayahnya yang, anak kecil itu sempat membuat ramai  masjid ketika shalat jumat sedang dilaksanakan.

Suaranya yang keras sampai membuat bacaan imam agak kurang terdengar di telinga. Bahkan, imam pun berhenti sejenak ketika akan membaca surat pendek di rakaat kedua. bukan jeda yang biasa, mungkin sang imam menunggu suara anak kecil yang merengek kepada ayahnya itu sampai berhenti, kemudian melanjutkannya. Tapi rengek-an itu terus melonglong saja. Ah pikir saya malah juga ke anak itu. suara itu makin keras, lalu si anak menangis sambil duduk di pangkuan ayahnya saat duduk tasyahud. ada hal yang mengusik perhatian, suaranya yang samar (karna belum jelas berbicara) dari rakaat awal sampai kedua, saya mencoba menerka sebenarnya apa yang diucapkan anak itu, sampai akhirnya ketika shalat selesai aku baru menyadarinya.

Sepertinya ia mau bilang begini... "Yahh.. ayahh, uangnya dimasukin kemana? , kata-kata itu ia ulang-ulang sampai mengeras dan akhirnya diimbuhi tangisan yang membuat jamaah seisi masjid menoleh ke arah saya sesaat setelah salam. ia ternyata sambil memegang uang infaq, yang akan ia masukkan ke kotak amal. Begitu polosnya anak itu, mungkin ia juga belum mengerti tentang sedekah atau infaq, yang pasti ia tau jika uang yang dipegangnya harus ia masukkan ke dalam sesuatu (kotak amal). Pertanyaanya tak dihiraukan sang ayah karena sedang menghadap Rabbnya. Sampai sesaat saya menduga bahwa ayah itu akan membatalkan shalatnya di tengah-tengah rakaat.

Tapi ternyata tidak.
Hal ini mengingatkan saya pada Ibrahim yang lebih cinta pada Tuhannya ketimbang anaknya sendiri. Bahkan rela menyembelih anaknya sendiri (Ismail AS) ketika itu demi memenuhi perintah Tuhannya Ibrahim, Tuhan semesta alam. Sepertinya, sudah menjadi hukum bahwa kemuliaan tidak bisa dicapai tanpa adanya pengorbanan. Dan pengorbanan yang tulus itu seharusnya tidak diakui sebagai pengorbanan (saya sudah berkorban ini dan itu). Sebab pengorbanan yang diakui artinya ia tidak melakukan pengorbanan, melainkan menghitung-hitung. Surga itu mahal bung!

Sudahkah kita?

Minggu, 09 Agustus 2015

Lebah


Biarkan aku meraih kemuliaan yang belum tergapai. Derajat kemuliaan itu mengikuti kadar kemudahan dan kesulitannya. Engkau kerap ingin mendapatkan kemuliaan itu secara murah. Padahal pengambil madu harus merasakan sengatan lebah.