Sabtu, 01 November 2014

Pulang

Pulang, kata yang paling sering saya tunggu. Banyak memori yang menyeruak pikiran saat bicara tentang pulang. Pulang sama dengan rumah, orang tua, kicauan burung, itik yang lapar di pagi hari, sejuk tanpa hiruk pikuk knalpot, tetes embun daun pisang yang membasahi tanah kering karena lama hujan tak turun, dan pemandangan matahari ketika subuh  yang selalu membebaskanku dari kejaran tugas-tugas menumpuk sebagai manusia mekanik-organik.

Pagi ini,  saya berniat keluar rumah sekedar jalan-jalan dan bertemu dengan orang-orang pagi. Cuaca pagi ini cukup dingin, padahal musim kemarau. Ini berkah dari Yang Maha Mencipta untuk orang pagi, tidak semua yang dapat menikmatinya. Saya bersyukur atas hal itu. Perjumpaan saya pertama pagi ini yaitu dengan matahari. Beruntung saya bisa menatapnya secara langsung karena kabut cukup tebal. Seperti anomali ketika saya tidak jumpai di pagi-pagi kemarin.

Kadang matahari hilang tertutup halimun. Ah udara terasa sejuk-menyejukkan. Saya terus melanjutkan perjalanan. Bertemu barisan kembang putri malu yang sudah mekar bunganya, tampak segar ia. Saat bersalaman dengannya, ia mengempis, menunjukkan sifat pemalunya.

Matahari sudah sepenggalah, belum juga terlihat para pejuang pagi hari yang biasanya lewat dengan atribut lengkap seperti cangkul, sabit, timba, dll. Apakah perjalanan ini terlalu siang? Apakah karena kemarau panjang sehingga mereka absen ke peraduan?

Entahlah, matahari telah muncul kembali.
Ada berita buruk, seorang manusia baru yang baru lahir lekat dengan ari-arinya di buang di tengah sawah dekat rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar