Senin, 03 Februari 2014

Semua Tentang Pergi dan Pulang


Running Always


                Sebagai pemeran dalam festival kehidupan ini sekali- kali cobalah anda berimajinasi. Di pagi hari anda terbang bagaikan Superman yang sedang terbang mengelilingi  sebuah kota. Perhatikan, apa yang anda bisa lihat? Yaitu gerakan massal manusia yang keluar dari rumahnya bak barisan semut yang keluar dari  lubang-lubang tanah, lalu bergerak serentak menuju tempat sesuai tujuan masing-masing. Ada yang pergi ke sekolah, kantor , pasar, pabrik, kampus  dan tempat lainnya. Lalu masih tetap anda menjadi Superman, cobalah pergi terbang saat siang atau sore saat pulang jam kantor, kejadian seperti yang anda lihat di pagi hari akan terlihat kembali. Namun kali ini arahnya berbeda.Kali mereka bergerak menuju rumah masing-masing setelah seharian beraktivitas. Pemandangan seperti itu sudah menjadi rutinitas saya setiap hari semenjak saya kuliah di kota. Walaupun yang terbang melihatnya hanya imajinasi saya. Pemandangan yang  berulang dan terulang setiap hari.
                Jadi, semuanya siklus seluruh aktivitas kita sehari-hari adalah perjalanan “pergi dan pulang”.
Bergerak “pergi” dan kemudian bergerak “pulang”.Aktivitas masif pergerakan manusia ini telah berlangsung puluhan tahun. Sarana pendukungnya pun,  dewasa ini semakin berkembang. Kalu dulu , ketika manusia pergi meninggalkan gua (rumah) menuju ladang (tempat kerja) dilakukan dengan jalan kaki. Kemudian, untuk mendukung aktifitasnya ini manusia menggunakan jasa dari memanfaatkan hewan misalnya kuda. Dalam konteks kekinian pun, kini teknologi semakin berkembang pesat, peran hewan diganti dengan mesin. Kehadirannya membuat mobilitas manusia kini semakin serba cepat.
Menikmati perjalanan
           Anda tentunya pernah melakukan perjalanan.Ketika pulang kembali di rumah, kita pasti memiliki pengalaman atau kesan penilaian terhadap perjalanan yang dilakukan.Entah itu menyenangkan atau menyengsarakan.Seperti musim liburan mahasiswa kali ini tentunya banyak dimanfaatkan teman-teman saya untuk pulang kampung, itu kebiasaan tak tidak terpungkiri selama yang saya perhatikan. Namun, sangat mungkin ada diantara kita yang tidak sempat menilai atas apa yang telah terjadi hari ini. Bisa jadi karena sudah terlalu jenuh dengan kesulitan hidup yang silih berganti menghampiri.Semuanya seolah-olah menjadi biasa saja.Hambar.Kita sudah berdamai dengan kesulitan itu.Tak perlu ada refleksi atau intropeksi.Lalu seperti kata seorang teman, hidup itu mengalir saja ibarat air.Tapi benarkah hidup manusia bagaikan air?
Saya yakin anda adalah orang cerdas.Sudah mengetahui jika manusia itu hidup dengan perasaan, kita bukanlah mesin, kalaupun ada orang yang cenderung hidupnya hanya untuk mencari harta atau materialistis, tentunya tidak sepenuhnya, karena setiap manusia sudah dianugrahi perasaan. Setiap orang punya keinginan, imajinasi, dan  cita-cita. Ya. Manusia pesti bereaksi atas situasi macam apa pun yang dijumpai dalam perjalanannya. Reaksi itu akan sangat disadari ketika yang dihadapai adalah kesulitan yang mengganggu perjalanan “pergi dan pulang”. Contoh saja ketika anda dalam perjalanan pulang kerumah (baca: pulang kampung), ketika jalanan lancar, anda akan biasa saja. tapi,  begitu jalanan macet, kepanasan, kebanjiran, reaksi emosional pasti muncul seketika. Begitu pula saat terjadi musibah yang menimpa.Seperti sekarang bencana alam yang terjadi di hampir seluruh penjuru dunia.Pertanyaannya kemudian, kapan kita measakan keindahan saat tiba dirumah?  Dan kapan kita merasa capek, sedih sesampainya di rumah? Wah,,jawabannya pasti beragam. Namun sebagian besar jika kendaraannya bagus, perjalanan lancar, target sesuai harapan, berjumpa dengan teman perjalanan yang cocok dalam perbincangan, lau pulang dengan bawa oleh-oleh buat keluarga di rumah, pasti kita merasa senang melewati hari itu. Begitu pula dengan sebaliknya.
                Sesungguhnya hidup kita ini juga sebuah paket “ pergi dan pulang”? semua kita dalam masa transisi. Kita bergerak dari detik, menit ke menit, jam, hari lalu tahun ke tahun begitu seterusnya yang berujung pada titik akhir yang merupakan batas absolut untuk mngakhiri jalan dan rute dunia, lalu kembali ke alam lain. Kita kembali ke kampung akhirat.Semua penghuni bumi ini tengah berjalan di lorong waktu yang tidak kenal mundur. Setiap saat waktu itu mendorong kita bergerak ke depan, langkah demi langkah, dan akhirnya sampai juga untuk take offdijemput pesawat malaikat maut. Dan, perjalan terus berlangsung sampai hari pembalasan berlangsung.
                Bolehlah Noah  Band bernyanyi tak ada yang abadi dalam judul lagunya tersebut, memang tak ada yang abadi di dunia ini. Semua pasti mati.  Tapi kembali teringat saya dengan apa yang disampaikan manusia terhebat di bumi ini, Nabi Muhammad SAW, beliau mengatakan “ kalian diciptakan untuk keabadian, bukan untuk mengalami kemusnahan. Kematian sesungguhnya adalah perpindahan dari satu rumah ke ruamah lain” – yakni dari rumah dunia menuju rumah akhirat. Setiap menit, jutaan manusia keluar dari “gua” rahim sang ibu. Kelahirannya menambah daftar panjang konvoi yang berjalan menuju rumah Allah yang jauh dan mesti melewati “gua” alam kubur untk meneruskan lag perjalanan “ pergi dan pulang”. Kemana kita akan pulang? Sudah pasti kembali pada yang punya. Dialah Allah. Tuhan semesta alam.Tuhan yang maha pengasih lagi mahabijaksana.Kasihnya melebihi kasih seorang ibu kepada anaknya. Ibarat pulang ke rumah, kita akan bergairah kalau yakin bahwa kita memilki kerinduan dan hubungan cinta kasih dengan Tuhan. Kita tidak takut berjumpa dengan Tuhan karena justru kita ingin membawa “oleh-oleh” kebajikan dan cinta kepada-Nya.
                Perjalan pulang ini juga akan terasa indah jika kita menemukan teman seperjalanan yang baik, saling menolong untuk memperbanyak bekal, serta teman berbincang sepanjang jalan kehidupan. Setiap orang pasti punya kenangan autentik, kapan sebuah perjalanan mencipatakan pengalaman yang berkesan dan patut untuk dikenang.Saat ini kita tengah berjalan kembali ke rumah abadi di Akhirat. Oleh karena itu, mari ciptakan kenangan yang indah untuk bekal kita di akhirat. Saya yakin siapa saja yang membaca tulisan ini adalah orang beriman, orang yang mengaku beriman.Jadi lebih mudah memahaminya.Setiap lembaran kenangan hidup kita sebenarnya sudah bisa kita baca.Apa yang sudah kita lakukan selama ini mungkin sebagian ada yang membuat malu untuk kita kenang kembali. Akhirnya, muncul istilah taubat, yang artinya kembali pada jalur yang lurus dan benar.
                Jadi. Ketika kita belajar, membanting tulang untuk membeli rumah mewah dan kendaraan atau apa pun misalnya, sesungguhnya semua itu tak lebih sebagai tempat transit  dan sarana semata, semuanya sementara dan akan kita tinggalkan begitu maut menjemput. Yang abadi dan akan kita bawa pulang untuk dipersembahkan kepada Tuhan adalah bingkisan amal saleh yang terekam dalam memory spiritual kita. Iman dan amal itulah yang menjadi milik kita, ketika diminta laporan pertanggungjawaban suatu saat nanti, maka di-print outlah isi dari memori itu, sedangkan yang lain akan terlepas dan dilepas.
                Minggu ini juga saya berencana untuk melakukan ritual yang sama bagi mahasiswa yang merantau di kota, pulkam- sebuah istilah yang lebih populer di telinga saya. Ya.Semuanya bercerita tentang pergi dan pulang.Dan, Selalu saya menutup tulisan saya disini dengan harapan.Semoga perjalanan ini lancar dan selamat sampai tujuan. Semoga anda juga demikian.
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar