![]() |
Running Always |
Sebagai
pemeran dalam festival kehidupan ini sekali- kali cobalah anda berimajinasi. Di
pagi hari anda terbang bagaikan Superman yang sedang terbang mengelilingi sebuah kota. Perhatikan, apa yang anda bisa
lihat? Yaitu gerakan massal manusia yang keluar dari rumahnya bak barisan semut
yang keluar dari lubang-lubang tanah,
lalu bergerak serentak menuju tempat sesuai tujuan masing-masing. Ada yang
pergi ke sekolah, kantor , pasar, pabrik, kampus dan tempat lainnya. Lalu masih tetap anda
menjadi Superman, cobalah pergi terbang saat siang atau sore saat pulang jam
kantor, kejadian seperti yang anda lihat di pagi hari akan terlihat kembali.
Namun kali ini arahnya berbeda.Kali mereka bergerak menuju rumah masing-masing
setelah seharian beraktivitas. Pemandangan seperti itu sudah menjadi rutinitas
saya setiap hari semenjak saya kuliah di kota. Walaupun yang terbang melihatnya
hanya imajinasi saya. Pemandangan yang
berulang dan terulang setiap hari.
Jadi,
semuanya siklus seluruh aktivitas kita sehari-hari adalah perjalanan “pergi dan
pulang”.
Bergerak “pergi” dan kemudian
bergerak “pulang”.Aktivitas masif pergerakan manusia ini telah berlangsung
puluhan tahun. Sarana pendukungnya pun,
dewasa ini semakin berkembang. Kalu dulu , ketika manusia pergi meninggalkan
gua (rumah) menuju ladang (tempat kerja) dilakukan dengan jalan kaki. Kemudian,
untuk mendukung aktifitasnya ini manusia menggunakan jasa dari memanfaatkan
hewan misalnya kuda. Dalam konteks kekinian pun, kini teknologi semakin
berkembang pesat, peran hewan diganti dengan mesin. Kehadirannya membuat
mobilitas manusia kini semakin serba cepat.
Menikmati perjalanan
Anda tentunya pernah melakukan
perjalanan.Ketika pulang kembali di rumah, kita pasti memiliki pengalaman atau
kesan penilaian terhadap perjalanan yang dilakukan.Entah itu menyenangkan atau
menyengsarakan.Seperti musim liburan mahasiswa kali ini tentunya banyak
dimanfaatkan teman-teman saya untuk pulang kampung, itu kebiasaan tak tidak terpungkiri
selama yang saya perhatikan. Namun, sangat mungkin ada diantara kita yang tidak
sempat menilai atas apa yang telah terjadi hari ini. Bisa jadi karena sudah
terlalu jenuh dengan kesulitan hidup yang silih berganti menghampiri.Semuanya
seolah-olah menjadi biasa saja.Hambar.Kita sudah berdamai dengan kesulitan
itu.Tak perlu ada refleksi atau intropeksi.Lalu seperti kata seorang teman,
hidup itu mengalir saja ibarat air.Tapi benarkah hidup manusia bagaikan air?
Saya yakin anda adalah orang
cerdas.Sudah mengetahui jika manusia itu hidup dengan perasaan, kita bukanlah
mesin, kalaupun ada orang yang cenderung hidupnya hanya untuk mencari harta
atau materialistis, tentunya tidak sepenuhnya, karena setiap manusia sudah
dianugrahi perasaan. Setiap orang punya keinginan, imajinasi, dan cita-cita. Ya. Manusia pesti bereaksi atas
situasi macam apa pun yang dijumpai dalam perjalanannya. Reaksi itu akan sangat
disadari ketika yang dihadapai adalah kesulitan yang mengganggu perjalanan
“pergi dan pulang”. Contoh saja ketika anda dalam perjalanan pulang kerumah
(baca: pulang kampung), ketika jalanan lancar, anda akan biasa saja. tapi, begitu jalanan macet, kepanasan, kebanjiran,
reaksi emosional pasti muncul seketika. Begitu pula saat terjadi musibah yang
menimpa.Seperti sekarang bencana alam yang terjadi di hampir seluruh penjuru
dunia.Pertanyaannya kemudian, kapan kita measakan keindahan saat tiba
dirumah? Dan kapan kita merasa capek,
sedih sesampainya di rumah? Wah,,jawabannya pasti beragam. Namun sebagian besar
jika kendaraannya bagus, perjalanan lancar, target sesuai harapan, berjumpa
dengan teman perjalanan yang cocok dalam perbincangan, lau pulang dengan bawa
oleh-oleh buat keluarga di rumah, pasti kita merasa senang melewati hari itu.
Begitu pula dengan sebaliknya.
Sesungguhnya
hidup kita ini juga sebuah paket “ pergi dan pulang”? semua kita dalam masa
transisi. Kita bergerak dari detik, menit ke menit, jam, hari lalu tahun ke
tahun begitu seterusnya yang berujung pada titik akhir yang merupakan batas
absolut untuk mngakhiri jalan dan rute dunia, lalu kembali ke alam lain. Kita
kembali ke kampung akhirat.Semua penghuni bumi ini tengah berjalan di lorong
waktu yang tidak kenal mundur. Setiap saat waktu itu mendorong kita bergerak ke
depan, langkah demi langkah, dan akhirnya sampai juga untuk take offdijemput pesawat malaikat maut.
Dan, perjalan terus berlangsung sampai hari pembalasan berlangsung.
Bolehlah
Noah Band bernyanyi tak ada yang abadi
dalam judul lagunya tersebut, memang tak ada yang abadi di dunia ini. Semua
pasti mati. Tapi kembali teringat saya
dengan apa yang disampaikan manusia terhebat di bumi ini, Nabi Muhammad SAW,
beliau mengatakan “ kalian diciptakan untuk keabadian, bukan untuk mengalami
kemusnahan. Kematian sesungguhnya adalah perpindahan dari satu rumah ke ruamah
lain” – yakni dari rumah dunia menuju rumah akhirat. Setiap menit, jutaan
manusia keluar dari “gua” rahim sang ibu. Kelahirannya menambah daftar panjang
konvoi yang berjalan menuju rumah Allah yang jauh dan mesti melewati “gua” alam
kubur untk meneruskan lag perjalanan “ pergi dan pulang”. Kemana kita akan
pulang? Sudah pasti kembali pada yang punya. Dialah Allah. Tuhan semesta alam.Tuhan
yang maha pengasih lagi mahabijaksana.Kasihnya melebihi kasih seorang ibu
kepada anaknya. Ibarat pulang ke rumah, kita akan bergairah kalau yakin bahwa
kita memilki kerinduan dan hubungan cinta kasih dengan Tuhan. Kita tidak takut
berjumpa dengan Tuhan karena justru kita ingin membawa “oleh-oleh” kebajikan
dan cinta kepada-Nya.
Perjalan
pulang ini juga akan terasa indah jika kita menemukan teman seperjalanan yang
baik, saling menolong untuk memperbanyak bekal, serta teman berbincang
sepanjang jalan kehidupan. Setiap orang pasti punya kenangan autentik, kapan
sebuah perjalanan mencipatakan pengalaman yang berkesan dan patut untuk
dikenang.Saat ini kita tengah berjalan kembali ke rumah abadi di Akhirat. Oleh
karena itu, mari ciptakan kenangan yang indah untuk bekal kita di akhirat. Saya
yakin siapa saja yang membaca tulisan ini adalah orang beriman, orang yang mengaku
beriman.Jadi lebih mudah memahaminya.Setiap lembaran kenangan hidup kita
sebenarnya sudah bisa kita baca.Apa yang sudah kita lakukan selama ini mungkin
sebagian ada yang membuat malu untuk kita kenang kembali. Akhirnya, muncul
istilah taubat, yang artinya kembali pada jalur yang lurus dan benar.
Jadi.
Ketika kita belajar, membanting tulang untuk membeli rumah mewah dan kendaraan
atau apa pun misalnya, sesungguhnya semua itu tak lebih sebagai tempat
transit dan sarana semata, semuanya sementara
dan akan kita tinggalkan begitu maut menjemput. Yang abadi dan akan kita bawa
pulang untuk dipersembahkan kepada Tuhan adalah bingkisan amal saleh yang
terekam dalam memory spiritual kita. Iman dan amal itulah yang menjadi milik
kita, ketika diminta laporan pertanggungjawaban suatu saat nanti, maka di-print outlah isi dari memori itu,
sedangkan yang lain akan terlepas dan dilepas.
Minggu
ini juga saya berencana untuk melakukan ritual yang sama bagi mahasiswa yang
merantau di kota, pulkam- sebuah istilah
yang lebih populer di telinga saya. Ya.Semuanya bercerita tentang pergi dan
pulang.Dan, Selalu saya menutup tulisan saya disini dengan harapan.Semoga
perjalanan ini lancar dan selamat sampai tujuan. Semoga anda juga demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar