Senin, 23 November 2015

Do'a

Doa manakah yang paling baik itu?
Saya percaya kalau doa itu merupakan barang paling keramat yang dimiliki setiap manusia. Kenapa setiap manusia? Bukankah ada orang yang nggak percaya pada adanya Tuhan.
Walaupun begitu, nyaris setiap yang nggak percaya sama Tuhan pun, kalau mereka masih hidup, mereka pasti pernah berkata "saya berharap..I hope.."
Yang saya tahu, sifat Tuhan itu adalah pengasih bagi semua manusia namun kasih dan sifat penyayangnya hanya diberikan pada mereka yang percaya. Begitulah sifat keibuan (feminin) Tuhan yang dikenalkan Ibu saya sewaktu kecil.
Jadi setiap orang punyalah doa yang keramat. Termasuk orang yang tidak ingin disebut berdoa itu. Bagi saya, harapan juga sebuah doa, yakni perihal yang telah digantungkan pada sesuatu di luar kuasa kita. Suatu dzat yang sama sekali berbeda dengan manusia. Dzat yang merajai segalanya.

Dan percaya itu bukan perkara yang kita harus tahu dulu. Misalnya, air laut itu rasanya asin. Kita tidak perlu mencicipi meminum air laut untuk membuktikan kalau air laut itu asin. Kita sudah tahu rasa asin itu dan tahu pula air laut berasa asin dari orang pertama yang menemukan bahwa garam itu berasal dari air laut. Garam itu asin. Kita percaya, dan kita tidak harus sampai meminum air laut yang asin.

Dan percaya pada doa itu juga perkara di luar kekuasaan kita. Kita hanya bisa percaya, dan percaya tidak harus tahu dahulu. Doa mungkin bisa terucap atau tertulis tapi siapa yang bisa membuktikan bahwa doa itu dapat digenggam dan dapat pula dibuktikan kekeramatannya? Ya, kita hanya perlu memercayai kepada siapa ia harus digantungkan.

Selamat pagi. Semoga orang-orang baik yang kita sayangi selalu dinaungi keselamatan dan kesehatan hari ini. Amin.

Bagaimana dengan doa sampeyan pagi ini?

Senin, 16 November 2015

The Morning Star

Demi langit dan yang datang pada malam hari
dan tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?
yaitu bintang yang bersinar tajam,
setiap orang pasti ada penjaganya.

"No human soul but hath a guardian over it"

Jumat, 13 November 2015

Critical Thinking

Minggu ini saya agak keteteran membagi waktu. Terlalu banyak berkutat dengan pekerjaan teknis akhirnya jadi mengabaikan yang sifatnya konsep. Hadeh..

Berikut adalah hasil catatan (evaluasi) saya terhadap diri saya sendiri setelah mempelajari konsep critical thinking minggu lalu,

 Fakta: Pekerjaan  tidak selesai sesuai dateline (molor)
 Pengalaman: Pekerjaan menumpuk (banyak). Akhirnya hanya satu dua yang terselesaikan
 Observasi: besok masih banyak tugas yang harus selesai tepat waktu
Asumsi: Kemungkinan pekerjaan akan semakin banyak sehingga membutuhkan waktu dan disiplin tinggi.
 Keyakinan & Nilai: Tepat waktu adalah hal penting. Maka, besok dan seterusnya saya harus menyelesaikan pekerjaan sesuai dateline.
  Kesimpulan: saya akan menghapus beberapa list pekerjaan yang bukan prioritas sehingga tidak jadi beban pekerjaan yang harus diselesaikan hari itu. Lalu, mengerjakan tanpa menunggu momen/inspirasi/goodmood datang & fokus pada hal yang dikerjakan.

Oiya, catatan terpenting dari konsep critical thinking ini sebenarnya ada pada implementasi kesimpulan. Jadi percuma kalau bisa buat kesimpulan tapi nggak dilakuin. Balik lagi ke urusan teknis. Hha..

Setiap sebelum tidur, membuat catatan seperti ini adalah hal yang paling membosankan. Apalagi kita harus jujur mengakui kalau kita sering bersikap pragmatis (memilih yang paling nyaman). Iya kan?
Gimana mau kritis? Lah wong sukanya pragmatis.. 

Kalau sampeyan yang mana?


Minggu, 08 November 2015

Connected

Nama                                    : Manusia Dua Dimensi
Tempat Tanggal Lahir          : Internet, Lahir sejak internet ada
Alamat                                  : Ada di mana-mana

Ya, sekarang ada spesies manusia yang baru saja ditemukan. Jika dituliskan riwayatnya jadilah seperti di atas itu. Namanya Manusia Dua Dimensi (MDD) karena bentuknya yang dua dimensi. Kelahirannya tidak diketahui secara pasti kapan, tapi penandanya dapat kita tahu yakni sejak pertama kali internet ada. Manusia ini laluberkembang biak, mengisi ruang-ruang dua dimensi dimana-mana. Jika sekarang ada ruang yang disebut line, facebook, BBm, Google+, Ask.fm, Path, Twitter dan sejenisnya, maka manusia jenis ini ada dimana-mana.

Manusia kini lalu menuntut agar selalu terhubung (connected). Agar selalu terhubung, banyak provider yang sekarang sedang perang harga melalui layanan paket internet. Mulai dari paket harian, mingguan bulanan bahkan tahunan. Wah, bayangkan berapa banyak perputaran uang yang terjadi di dunia perpaketan ini. Jelas, pasarnya saat ini masih sangat luas karena kebanyakan manusia ingin terhubung dengan lainnya. Ya, setidaknya jumlah mereka lebih besar dibanding yang tidak menginginkannya atau belum menjadi MDD. Rupanya MDD ini adalah jelmaan dari MTD (Manusia Tiga Dimensi) yang biasa kita temui sehari-hari. Hhe..

Saya jadi membayangkan, apakah nanti manusia-manusia yang biasa saya jumpai dalam bentuk tiga dimensi ini semua berubah menjadi manusia dua dimensi. Yang tidak bisa saya sentuh walaupun terlihat lewat kaca dua dimensi. Yang selalu terlihat lebih indah ketimbang tiga dimensinya atau malah sebaliknya. Saya masih menerka. Peradaban manusia akan silih berganti.

Kehidupan tiga dimensi akhirnya tidak menarik lagi karena tergantikan dengan dua dimensi yang lebih cepat, dan karena kelebihannya dapat selalu terhubung dengan manusia di belahan bumi lain.
Saya bukan manusia anti teknologi, sebab saya menulis ini (atau mengetik lebih tepatnya) juga menggunakan produk teknologi. Tapi, kok saya jadi khawatir dengan orang yang terlalu tergantung dengan teknologi, yang selalu terhubung (connected) itu sampai lupa menghidupi dunia yang kita lihat dengan mata kita sejak bangun pagi sampai tertidur lagi. Ada dari mereka yang depresi lalu bunuh diri. Apakah dunia sudah segila ini.

Apakah kekhawatiran saya ini terlalu di buat-buat. Saya juga bagian dari MDD. Setidaknya saya harus terhubung agar tulisan ini dibaca oleh MDD yang lain.

Selamat pagi 






Rabu, 04 November 2015

Disuapi

Kalau mau makan, carilah makanan. Kalau ingin bisa menggambar, maka berlatihlah menggambar. Kalau ingin sesuatu, maka kejarlah!

Kebanyakan dari kita cenderung menginginkan berbagai hal, tetapi sedikit yang mengusahakan seluruh kemampuan untuk mendapatkan suatu yang diinginkan itu. Menjadikan alasan sibuk sebagai untuk membenarkan bahwa kita tidak sempat melakukan usaha ke arah tujuan kita. Ya, orang yang sibuk, sebenarnya adalah mereka yang tidak menentukan pilihan.

Misalnya saja jika kita ingin menguasai teknik melukis, berapa banyak waktu yang telah kita usahakan untuk berlatih melukis. Kita ingin lancar berbahasa inggris, tapi sudah berapa kali kita melafalkan bahasa inggris setiap hari agar sampai dikatakan "sudah bisa"? Ah, sudah terlalu banyak alasan  kalau kita mengatakan karena tidak sempat. lagi-lagi kita berkata sibuk!

Tidak ada istilah 'sibuk' bagi orang-orang yang menentukan pilihan. Maka, jika ia sudah memilih tujuan, keinginan, atau cita-citanya, ia pasti akan mengejarnya. Jadi, kejarlah!

Sayangnya, menunggu disuapi adalah karakter kebanyakan orang yang suka mengatasnamakan sibuk sebagai suatu pembenaran. Oh iya, saya tidak berbicara tentang mereka. Saya bicara tentang kita.

Minggu ini, Apa cita-cita sampeyan?


Minggu, 01 November 2015

Nggak Semua Dapat Dibeli

Nggak semua bisa dibeli dengan uang. Berapa pun uang yang kamu punya di kantong, belum tentu kamu bisa makan saat kamu sedang lapar. Misalkan kamu lagi tersesat sendiri di tengah samudera. Saat kelaparan, nggak ada makanan, kamu mau beli makan. Tapi, di tengah laut mana ada yang jual nasi pecel, hhe..

Saya pernah punya pengalaman mirip seperti itu. Sewaktu saya dalam perjalanan pulang dari Situbondo-Jember, di tengah perjalanan saya mampir ke pasar sepatu bersama adik.  Siang itu Jember sedang terik, kami berjalan kaki dari pasar Gebang menuju halte angkot untuk melanjutkan perjalanan. Sambil lalu mencari warung yang jual nasi di sekitar jalan karena kami sedang lapar. Tapi, tidak ada warung yg kami maksud. Nggak ada yang jual nasi..
Hadeh..
Sempat ada warung sate yang buka, tapi ternyata satenya sudah ludes diborong orang lain.
Sayangnya kita nggak makan uang. Walaupun katanya dengan uang kita nggak takut kelaparan.
Rupanya punya uang belum tentu bisa makan, Kalau di bumi ini nggak ada yang jual makanan.

Sekali-kali posting makanan. Hhe..
Ini namanya jajan lopes (e=sate). Jajanan tradisional ini udah jarang dijumpai. Saya beli di tempat dekat kos-kosan. Ini pun yang jual nenek-nenek. Jadi yang membuat juga sudah ahlinya. Nggak perlu ragu soal rasa. Harganya pun murah. Tapi walaupun murah, seberapa banyak uang yang kita miliki, jika sudah nggak ada yang jual lopes, tetap saja kita tidak bisa menikmati. Kecuali kalau mau buat sendiri.

Kalau sampeyan, hal apa yang nggak bisa dibeli dengan uang sampeyan?