Senin, 27 Januari 2014

Menunggu Pagi

Saat keluar kamar melihat kearah langit, aku melihat ribuan bintang malam ini. Seperti yang terlihat oleh mata, aku tidak melihat bintang-bintang itu bergerak. Padahal bintang itu bergerak dengan kecepatan lebih dari satu juta kilometer per hari. Menengok sebelah kamarku terdapat sebuah pohon belimbing, aku juga tak melihat ia tumbuh, padahal ia bergerak tumbuh. Bahkan rumah-rumah baru dibangun hingga perkampungan ini kini semakin padat saja, aku tak melihat semua itu bergerak. Bahkan juga tak menyadari  diri sendiri yang setiap hari semakin menua. Mungkin kita punya pendapat yang sama akan hal ini. Kita cenderung berfikir statis lalu terkejut dengan perubahan yang selalu ada dalam hidup ini.
Melihat bintang malam artinya aku melihat harapan esok hari. Optimis. Iya..  jangan buat hidup ini rumit untuk dipandang dengan mengerutkan alis. Optimisme adalah memandang hidup ini sebagai persembahan terbaik. Tak ada sesuatu yang terjadi sia-sia. Pasti ada tujuan. Pasti ada maksud. Setiap tetes air yang keluar dari mata air itu pasti tahu mereka mengalir menuju kelaut. Meski harus melalui sungai,  rawa, selokan, sungai  keruh, danau dan muara, mereka yakin perjalanan mereka bukan tanpa tujuan. Bahkan, ketika menunggu di samudra, setiap tetes-tetes air itu tahu, suatu ketika panas dan angin akan membawa mereka kepucuk-pucuk gunung. Menjadi awan dan lalu menurunkan hujan.  Hujan yang memberi kesejukan dan kehidupan di atas bumi ini. Kiasan itu adalah aku. Aku harus tau tujuanku, seperti air itu. Itulah sebabnya Tuhan menganugerahkan apa yang kita sebut dengan “cita-cita”. Didalamnya selalu terdapat kekhawatiran dan harapan. Memang kita hidup di hari ini. Tapi tancapkanlah selalu bahwa ada harapan untuk esok hari.
                Ditemani alunan musik canon rock, dan segerombolan semut hitam, aku dan mereka berbagi kehangatan secangkir white coffe melawan dingin malam ini, sambil menunggu pagi.

27-01-2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar