Rabu, 25 Maret 2015

Ketergantungan Smartphone


Akhir-akhir ini saya jarang membuka media sosial seperti BBM, Line, dan Instagram. Masalahnya charge HP
 saya rusak, parahnya input charge di smartphone-nya juga rusak.Hadeh.. 
Jadi seperti kehilangan kawan-kawan saja. Maksudnya saya jadi putus hubungan komunikasi dengan kawan-
kawan saya di media sosial. Pun juga mengganggu kelancaran komunikasi bisnis dengan pelanggan minggu 
ini. Praktis saya hanya bisa menggunakan SMS dan aplikasi Line di PC saja untuk berjejaring sosial. 

Apa yang terjadi dua hari saya tidak pegang smartphone ini? Apakah saya tidak bisa hidup tanpa 
smartphone? Hhe.. Soalnya seorang teman saya ada yang bilang gak bisa hidup tanpa smartphone. 
Kenapa smartphone? Anda pasti juga punya smartphone bukan?. Saya kira sekarang era-nya smartphone, 
sudah wajar jika semua orang pegang telpon genggam pintar ini.  Kalau saya pakai kata HP, 
mungkin bisa jadi HP jadul (jaman dulu) 
masuk dalam kategori. Karena tak kunjung saya servis karena ada ada HP jadul, saya banyak 
belajar bagaimana saya tidak tergantung pada benda subtitusi itu. Hidup masih terus berlangsung. Hhe...

Dua hari sepi komunikasi via HP-yang sebelumnya rata-rata setiap lima menit buka smartphone-
 saya sibukkan waktu saya pada hal yang lain. Konsentrasi saya terganti kepada manusia-manusia di dekat saya. Mungkin ada baiknya, kita berpuasa sesekali tidak pegang smartphone.
 Mau coba? Ini bisa lho untuk mengetahui seberapa penting diri kita bagi orang lain? Hhe.. 
Maksudnya berapa banyak orang lainyang mencari anda ketika anda tidak pegang smartphone. 
Tapi, itu bukan indikator. 
Paling tidak kita bisa belajar mengendalikan diri supaya tidak sampai menjadi hamba smartphone yang 
setiap hari kita bawa kemanapun, selalu update setiap lima menit sekali, bertanya-ada tidak yang hubungin saya, komentar di status saya, 
atau pengen tau siapa yang personal chat dengan saya- andai kita bisa begitu dengan hanya Yang patut
 dipuja. 

Apakah saya juga ketergantungan dengan gadget ini.Fenomena ketergantungan smartphone gejalanya 
antara lain bisa kita lihat dari tanda-tanda berikut ini. Yang pertama, anda tidak bisa jauh dengan gadget anda. Ia pasti ada
Kedua, secara reflektif anda selalu mengecek smartphone anda setiap kurang lebih lima menit sekali. 
Anda yang ini juga? Hi hi hi...Ketiga, ketika makan anda sambil lalu bermain gadget, bahkan sampai 
mengabaikan orang 
yang sedang mengajak ngobrol anda. Keempat, ketika gadget anda hilang/rusak, anda akan bilang...... 
Hhe... Anda mengalami gejala seperti ini? Saya sarankan untuk sedikit mengurangi hubungan kita dengan
gadget. 

Setiap yang berlebih-lebihan itu tidak baik. Sewajarnya saja. 
Kalau kata bung Oma bilang, jangan Terlaaaaalu.. Hhe...

Sudah, saya mohon maaf buat kawan-kawan dan juga pelanggan yang tidak bisa menghubungi saya 
via jejaring sosial. Mungkin pesan kawan-kawan saya akan balas kalau smartphone saya sudah diperbaiki.
Mungkin tulisan  ini bisa  jadi klarifikasi saya kenapa akhir-akhir ini tidak jawab pesan.

Selasa, 24 Maret 2015

Bahagia Dalam Kekurangan

Menjemput Rezeki: Pak Suradi, tukang becak di kawasan Pasar Besar Kota Malang sedang menunggu pelanggan Selasa siang (24/3). Di atas becak, sesekali ia bersua dengan segelas teh di sampingnya.

Terik Matahari tak menyurutkan langkah kaki ini untuk pergi keluar. Siang ini dengan perasaan bungah saya  berangkat menemani kawan-kawan LPM DIANNS untuk hunting foto. Eh, sekaligus saya juga bisa belajar memotret dari mereka. Tempatnya di Pasar Besar Kota Malang. Tas sudah diisi dengan segepok pensil dan beberapa kertas. Kita Berangkat! hi hi hi..

Lah kok pensil, bukannya motret itu pakai kamera. Ah sudahlah, karena saya tak punya kamera, jadi pake pensil saja. Sambil masih meraut pensil supaya tahun ini bisa nukarin gambar pensil dengan satu set kamera. Hhe... cerita hari ini tak terlalu banyak, tapi cukup membuat hati dan pikiran bungah. Entah, berjalan kaki, bersua dengan banyak orang baru, berjalan lagi. Ada sensasi yang hadir masuk ke pembuluh darah hingga denyut nadi makin mengencang lalu masuk ke ruang jantung dan semakin cepat denyutnya kembali mengalir ke seluruh tubuh dan, ...
Saya mau teriak tapi tak sampai, syukurlah! di pasar terlalu banyak orang. hhe...

Bentor VS Becak: Kehadiran Bentor (Becak Motor) di Kota Malang tak membuat eksistensi becak onthel (tradisional) surut. Masyarakat masih memilih menggunakan jasa becak onthel sebagai moda transportasinya karena ongkosnya lebih murah dibanding dengan Bentor. Selain itu, sebenarnya bentor di Kota Malang dilarang beroperasi di jalan raya karena modifikasi Bentor dapat membahayakan pemilik penumpang dan penumpang lain. Terkait dengan peraturan bahwa adanya larangan memodifikasi kendaraan, Bentor termasuk dalam kategori kendaraan modifikasi. Lain halnya Bentor di Gorontalo, Bentor bahkan menjadi primadona alat transportasi bagi masyarakat Gorontalo.

 Kapan terakhir kali anda naik becak? atau kapan yang pertama kali? atau bahkan anda belum pernah sama sekali naik kendaraan ramah lingkungan ini? kalau belum cobalah sekali, pasti anda ketagihan. Hhe... Bagi yang merindukan naik becak lagi, tidak sulit menemukan becak di Kota Malang. Monggo silakan main ke pasar besar, disana masih banyak ditemukan becak yang berjubun sepanjang jalan pasar besar. Untuk tarifnya relatif murah meriah, rata-rata Rp. 7000,- tapi tergantung juga jarak tempuhnya. Berbeda dengan tarif Bentor yang relatif lebih mahal kisaran  mulai Rp. 10.000,-
Moda transportasi becak memang saat ini mulai ditinggalkan oleh mayoritas masyarakat. Efek munculnya Orang Kaya Baru (OKB) yang cenderung lebih memilih kendaraan pribadi sebagai penunjang mobilitasnya membuat becak sedikit kehilangan pelanggannya. Jumlah kendaraan bermotor makin menjadi-jadi, kredit motor makin mudah, semua jadi serba cepat dengan motor, ekonomi meningkat. Macetnya juga. Hhe...

Tapi, bagi sebagian kalangan becak masih tetap menjadi transportasi pilihan, salah satunya bagi para pedagang kecil di kota Malang, mereka menggunakan jasa becak karena masih diangap efektif dalam hal mengangkut barang yang dibeli secara grosir di pasar. Biasanya tukang becak ini juga "menjemput bola" membantu mengangkat barang belanjaan-yang akan dijual kembali- ke becaknya karena jumlahnya yang tak sedikit. Salah satunya adalah Pak Suradi yang sudah puluhan tahun ia menjalani profesi ini. walaupun penghasilan tak seberapa, tak nampak wajah sedih di raut mukanya, mungkin benar filosofi kebahagiaan orang Jawa, bahwa kebahagiaan dapat ditemukan dalam kekurangan karena dalam kebahagiaan, ada kekurangan.

"Kebahagiaan dapat kau temukan dalam kekuranagan karena dalam kebahagiaan, ada kekurangan."

Lalu, bagaimana anda memaknai kebahagiaan? semoga anda juga segera menemukan jawabannya.

Senin, 23 Maret 2015

Saya Mah Apa Tuh

Akhir-akhir ini saya mulai banyak intropeksi diri. Menarik diri, melihat, memandang diri saya sebagai saya bukan saya. Kurang lebih seperti itu. hhe... kritikan, masukan evaluasi diri menjadi rambu-rambu jalan saya menempuh jalannya. Beruntung berada di lingkungan yang mendorong saya menjadi saya yang lebih baik. baik disini relatif, relatif perubahannya sesuai dengan apa yang saya usahakan dan apa yang telah saya yakini baik dan apa-apa yang belum saya percayai sebagai suatu kebenaran sebelumnya.

Dulu, saya suka mengkritik dengan goresan pensil, kini pensil saya makin tumpul tak bernilai kecuali bernilai bagi sebutan "pelanggan" . Tidak ada lagi perubahan sosial yang pernah dulu ada dalam cerita kartun dan karikatur saya. Apa karena terlalu banyak mengurusi perut, jadi kesadaran sosial saya, bisa dibilang luntur, hilang, dibutakan nafsu. Apakah karena tak ada ruang mengekspresikan diri lagi, ah itu alasan saja membenarkan ketidakmampuan menghadapai iming-iming besarnya keuntungan materi dari sebuah "gambar".

Tentu, nilai selembar kertas dari goresan pensil saya dua tahun lalu berbeda dengan sekarang. walaupun belum seberapa angkanya, tapi  sudah naik signifikan saya bilang. Jika goresan pensil bukan untuk "pelanggan" tadi mungkin nilainya secara materi tidak ada, karikatur sebuah opini, atau kartun yang mengangkat ironi peristiwa dewasa ini agaknya tak bernilai bagi sebagian kalangan yang apatis. Bernilai hiburan jika iya. Mungkin berbeda dengan goresan karikaturis media nasional. Kalo punya saya mah apa tuh. hihihi... selain bernilai sosial, hiburan, si karikaturis juga bisa tetap memenuhi kebutuhan logistiknya.

Ini adalah bagian dari sebuah proses yang saya jalani. Mengenai konsistensi berada di jalur yang benar tidak mudah, dibutuhkan rambu-rambu juga yang bisa mengingatkan nalar kesadaran sosial agar terus hidup dan mengihidupi. Saya rasa saya belum menjadi saya yang sadar akan hal hal itu, tapi dengan terus belajar saya kira ujung pensil saya akan menemukan jalannya sendiri. Semoga!

Minggu, 22 Maret 2015

Singgah sementara

Dua puluh enam jam yg lalu saya berada di rumah, tempat singgah sementara. Kemarin pagi tepatnya saya berangkat pulang ke rumah di desa untuk urusan yang saya anggap penting. Dan sore ini sudah move lagi berangkat ke kota karena tak ingin meninggalkan kuliah esok pagi dan beberapa agenda kegiatan lain yang sudah menanti kepergian saya.

Ah, terlalu singkat ternyata dua puluh enam jam itu. Hanya cukup untuk merakit komputer yang baru saya beli seminggu yang lalu untuk adik, tidur sejenak melepaskan lelah perjalanan, berkumpul satu keluarga, menikmati pecek lele sambal tomat bersama pagi hari, jalan santai. mengajari adik tentang dasar-dasar ilmu komputer, dan saya harus cepat berkemas lagi. Praktis saya hanya sehari semalam berada di rumah. Tapi itu sudah cukup. Cukup untuk membasahi keringnya kerinduan saya dengan keluarga.. Hihihi..

Tapi, memang seperti itu hukum yang berlaku di dunia. Yang Ngecat lombok dan yang Ngecat langit sepertinya sengaja menciptakan, mensesain dunia sebagai tempat singgah sementara seperti laiknya rumah. Saya seperti diingatkan kalau jangan keenakan di "rumah" (baca:dunia). Bersantai, banyak tidur, melakukan hal yang tak berguna, lupa mempersiapkan pembangunan rumah setelah mati karena terlalu sibuk mendesain rumah sebelum mati.

Move, move, dan move lagi. Kita selalu terus bergerak. Pergi dan pulang. Rumah jadi tempat singgah sementara. Jujur, saya orangnya mudah krasan (betah) tinggal dimanapun. Jadi mungkin itu yang mendorong saya males kalau sudah berada di rumah, termasuk rumah orang lain. Jadi ya gimana, ada untungnya karena gak repot kalau diajak nginep kemana-mana. Tapi, kalo sudah nginep ga mau pergi. Hhe...

Sambil saya memikirkan bentuk rumah masa depan saya seperti apa, saya mulai meluncur ke tempat singgah saya selanjutnya-Kamar Kost.

Bismillah...

Kamis, 19 Maret 2015

Menggambar itu Mudah

Oke, menggambar...
Ada yang tidak suka menggambar? Ada yang mengaku tidak bisa menggambar? Apa ada yg belum pernah sama sekali menggambar?
Saya sering ditanya soal sejak kapan bisa nggambar, bakatnya dari siapa? Trus ada beberapa yg menganggap kalo nggambar itu harus punya bakat. Kalo nggak yah nggak bisa.
Tidak sepenuhnya benar pernyataan itu. Anggap saja di dunia ini tidak ada istilah bagus dan jelek, jadi tidak ada gambar bagus kalau tidaj ada gambar yang jelek. Masih jadi perdebatan terus menerus tentang karya (gambar) yang jelek adalah bukan karya seni, contohnya saja karya-karya lukisan Sang Maestro Basoeki Abdullah-seniman yang sering dijuluki sebagai "pelukis salon"-pernah juga membuat lukisan abstrak di akhir masa hayatnya. Lukisannya biasa-biasa saja, bahkan bisa dibilang tidak indah untuk disebut karya seni.

Setiap orang bisa menggambar, katakanlah begitu. Hanya karakter goresan saja yang akan membedakan hasil gambarnya. Bagus atau tidak itu relatif.o Yang sering diributkan oleh awam menurut saya terletak pada bagaimana seseorang membutuhkan teknik gambar dalam menggambar objek yang proposional sesuai dengan tujuannya. Kenapa saya katakan proposional, sebab setiap bidang karya visual-sketsa, karikatur, design, gambar perspektif- mempunyai acuan yang berbeda-beda. Kita tidak bisa menyalahkan gambar karikatur yang identik dengan distorsi sana-sini disamakan dalam menilai gambar realis. Hal itu yang sering dilupakan sebagian orang sehingga wacana bahwa orang yang ahli menggambar hanya orang-orang yang hanya memiliki bakat itu.

Bahkan, gambar yang "lugu" seperti gambaran anak" TK-begitu sebutannya dapat berdiri sendiri dan eksis sampai saat ini menjadi garis aliran seni rupa. Sebut saja aliran Dadaisme. Aliran ini muncul dipengaruhi oleh masa peperangan yang tak kunjung berhenti kala itu. Memang akhirnya sejarah peradaban manusia tidak akan lepas dari karya seni rupa termasuk gambar.

Pada baris tulisan ini saya hanya ingin mengajak kita bernostalgia tentang kita yang suka menggambar saat kecil. Tingkah "nakal" kita saat mencorat-coret tembok, bangku apapun dengan gambar imajinasi kita. Hihihi.. Ternyata mudah sekali menggambar itu, bahkan kita sangat menyukainya.
Tapi semakin dewasa, imajinasi-imajinasi itu perlahan dimatikan dengan-melatih otak linier secara kita terus menerus sehingga otak kreatif kita lumpuh sampai mengamini bahwa hanya orang yang berbakat saja yang bisa nggambar bagus.

Yang suka nggambar? Selamat berimajinasi "lagi"...