Kamis, 11 September 2014

Senja

Waktu yang paling saya sukai selain pagi adalah saat senja. Waktu dimana semua terlihat begitu menyenangkan. Sudah tutup dulu pintu amarahmu karena dibakar siang, hentikan dulu perdebatan yg hampir selesai itu. Maka sejenak lihatlah sekelilingmu, lihat bagaimana orang berlalu lalang hendak "pulang". Sebuah kata yang selalu saya nanti-nantikan.

Sekali-kali perhatikanlah orang-orang itu, mungkin saya mengajak anda untuk bergumam secara imajiner dengan diri sendiri. Seorang kawan pernah memaknai senja sebagai momen perenungan. Maksudnya merenungi apa-apa yang telah dilakukan sejak terjaganya mata setelah tidur. Saya juga sepakat dengan pernyataan itu. Tapi, kenapa disebut momen? Bukankah setiap hari senja juga terulang kembali.

Memang, kesan atau makna senja bagi tiap orang akan berbeda, tergantung dengan siapa kita melewati waktu sehari itu, dan apa yg kita lakukan. Toh semuanya akan menjadi bahan refleksi kehidupan walaupun hari itu tak melakukan apapun.

Transisi
Senja juga berarti masa transisi. Momen peralihan dari siang ke malam. Tidak melulu harus diartikan sebagai-sebentar lagi selesai-bisa jadi pergantian menuju ke kedamaian. Seperti sifat malam.
Jika diintepretasi ke dalam subjek, mahasiswa-status yang sedang saya sandang sekarang- rasanya pantas kalau di masa ini adalah senja. Momen yang sebentar  sebelum memasuki masyarakat yang penuh dengan ketidakpastian, bak malam yang gelap. Masa yang menyenangkan ketika harus terburu-buru dilewatkan, di buat-buat untuk cepat malam. Dengan itu kita punya cukup waktu mrenungkan, merencanakan untuk mengisi malam yang indah-untuk masa depan yang cerah.

Senjaku, adalah guratan mega penuh cinta dan pengharapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar