Berhenti sejenak bermain media sosial selama beberapa bulan
ke depan tampaknya jadi pilihan yang tepat bagi saya sekarang. Permenungan ke
dalam dunia ide, melakukan pengamatan dan meninggalkan kegiatan menunjukkan
ke-aku-an saya. Agakanya saya menyadari diri ini mulai sombong. Bibit-bibit
sombong mulai muncul, tanpa saya sadari. Pesatnya perkembangan teknologi
membuat kita termasuk saya dimudahkan dalam beberapa urusan. Tapi dampak
buruknya, sindrom eksistensi manusia juga terkoreksi. Adanya media sosial cenderung
membuat kita selalu mengekspose seala kegiatan kita tiap hari, prime time tiap
waktu. Samapai, kalau nggak update jadi merasa tertinggal oleh pergerakan
dunia. Padahal nyatanya, dunia-realitas tidak berjalan secepat itu. Orang lain
bahkan mungkin tak peduli apa yang kita lakukan.
Berbeda dengan maksud saya update menulis di blog ini, saya
ingin menyalurkan ego-eksistensi manusia itu dalam bentuk yang lain-yang tidak
membutuhkan publik untuk mengetahuinya(membacanya). Saya menulis disini karena
diri saya sendiri-lagi. Bukan karena orang lain. Toh kalau ternyata saya juga
masih meragukan pendapat saya ini. Sebab blog ini saya pikir juga ada yang
membaca atau mungkin sekedar membukanya. Tapi jangan-jangan ini juga merupakan
egosentrisme saya sebagai manusia? Ah, semoga itu bukan motivasi saya.
Pilihan menulis disini sebenarnya sebagai ganti dari
kebiasaan update status singkat di media sosial yang menurut saya sudah tidak
relevan bagi saya pribadi. Bukan orang lain. Itu saja.
Saya jadi ingat nasihat guru SMP saya saat sowan ke rumahnya
beberapa hari yang lalu, “Bukan tetap menginjak bumi, tapi tetaplah melihat
bumi. Sebab suatu ketika kita akan berada di atas”. Mungkin saya mulai sombong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar