Rabu, 13 Juli 2016

Rindu jadi manusia




Ya, kita manusia tapi agaknya kebanyakan dari kita banyak yang kehilangan sisi kemanusiaannya. Buku ini menjustifikasi bagaimana dalam pergaulan hidup masyarakat sekarang seorang manusia telah lupa membawa sisi manusianya dalam segala bidang. Kita, cenderung membawa kita sebagai siapa kita berdasarkan profesi kita. Menyebabkan pergaulan manusia tereduksi pada kumpulan profesi-profesi sejenis saja. Seorang mahasiswa akan berbicara pada yang mahasiswa saja, yang dosen ke dosen juga. Yang tukang becak ya ngobrolnya sama tukang becak saja. Alhasil kita terkotak-kotak pada dimensi manusia yang sempit. Seorang wakil rakyat yang turun ke rakyat dengan blusukan jadi fenomena, menjadikan wakil rakyat itu dipuja, digandrungi. Padahal kan sudah sewajarnya karena itu sudah jadi kewajiban kalau wakil rakyat kudu dekat sama rakyat. Blusukan, sharing, mendengar aspirasi dan permasalahan warga patutnya dipersepsikan sebagai hal yang biasa saja. Sayang, masyarakat awam kita masih sering lupa membawa sisi manusianya ketika menghadapi pejabat seperti itu. Jarang sekali kita mendudukkan seseorang pada hal sewajarnya sebagai manusia. Ketika pejabat turun ke masyarakat, harusnya ia mencopot segala atributnya tentang “saya yang lebih tinggi” dan menggantinya dengan pakaian kemanusiaan yang sama. Di berbagai lini kehidupan yang lain hal ini juga sama. Begitu buku ini bercerita, sehingga kita merindu sudahkah kita sebagai manusia yang menjalankan sisi kemanusiaannya? 

 Lebaran hari ke-6 kemarin saya silaturrahmi ke guru SMP. Trus saya diberi buku ini buat dibaca saja. Tadinya semisal buku ini bukan hasil pemberian penulisnya langsung yang juga teman dari guru saya itu, mungkin buku ini sudah diberikan kepada saya. Ah yang penting bisa baca isinya kan. Hhe..

Silaturrahmi lebaran tahun ini malah dapat PR, eh bonus ding..Hhe


Tidak ada komentar:

Posting Komentar