Kamis, 20 Maret 2014

Masih Punya Malu-kah Kita



“Dimanapun kita berada, sebuah masyarakat dianggap tinggi peradabannya ketika masih memiliki rasa malu.”

          Kalau saya melihat gaya para tersangka koruptor di televisi yang dengan santainya masih nyengir di depan kamera wartawan itu sangat miris rasanya. Apakah mereka itu tidak malu. Lah  tersangka maling motor aja disensor wajahnya, ditutup-tutupin wajahnya ketika wartawan ingin mengambil gambar wajahnya. Memang apa bedanya , apakah koruptor itu maling yang elite begitu. Sehingga walaupun maling tetap saja merasa terhormat. Masih punya malu-kah mereka.



            Sering kali saya temukan juga di daerah tempat asal, petugas balai desa , petugas polisi yang tidak malu menerima uang sogokan dari masyarakat yang mengurus surat administratif , dari pengendara yang diberhentikan karena melanggar lampu lalu lintas. 

           Rasa malu itu juga yang membedakan manusia dengan hewan.  Seperti sindiran Rasullullah SAW “jika engkau tidak memiliki rasa malu, berbuatlah apa saja layaknya hewan karena yang membedakan manusia dan hewan adalah adanya rasa malu.”  

             Ketika kita dihadapkan dengan lingkungan yang sudah zamannya orang tak malu lagi berbuat tercela seperti sekarang ini, semoga kita kuat bertahan dengan memegang kukuh iman kita, iman dan malu itu pasangan yang tidak terpisahkan. Punya rasa malu tetapi tanpa iman, kebaikannya akan terbatas di dunia, kalu merasa beriman tapi tak punya rasa malu ketika berbuat tercela itu keterlaluan.

            Termasuk juga budaya malu di jalan. Yang sering kali saya temui di jalan dewasa ini ialah budaya “populer” kata orang-orang jawa  itu akronimnya pupu-pupu diler (paha-paha yang dipamerkan). Kalau masih punya malu berarti masih pakai baju, nah kalau dulu budaya masyarakat yang menjaga kesantuan dalam hal pakaian dan perilaku, mungkin sekarang telah luntur. Lihat saja cewek ABG  kini tidak sedikit yang suka memamerkan celana pendeknya. Sudah tak sungkan lagi mereka di keramaian hanya memakai celana pendek, sangat minim. Kalau ditanya kenapa, mereka jawabnya ini keren. Memang udah jamannya pakai kaya gini. “Iyo jamane wes edan, rusak” kataku dalam hati. Kerinduan saya pada budaya santun, budaya malu yang kuat dari  leluhur nenek moyang bangsa Indonesia semakin tak terobati. Kemanakah saya harus mencarinya, apakah kita masih punya malu. Sampai saat ini saya masih mencari dimana peradaban yang tinggi itu, walaupun saya sedikit kecewa karena tak menemukan di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar