Kamis, 06 Maret 2014

Tradisi Menghormati Orang Tua



       Bukankah Rasulullah pernah bersabda, mereka yang usianya lanjut dan keadaannya mendekati pikun, malaikat hanya akan mencatat amal kebajikannya, jika ia berbuat salah tidak dicatat lagi karena mereka kembali seperti ubahnya anak kecil lagi. Dan siapa yang merawat orang tua yang sudah udzur maka Tuhan akan mencurahkan berkah dari langit karena telah merawat titipan-Nya di muka bumi dengan penuh kasih sayang.

      Kalau bicara tentang kasih sayang orang tua kepada kita, mungkin sama halnya ketika kita menghitung air hujan yang turun deras menyuburkan tanah. Tak ada habisnya, tak mungkin kita sebagai anak mampu membalas semua kebaikannya kepada kita, mereka orang tua kita adalah pecinta sejati yang tak ingin balasan dari kita. Orang tua saya juga begitu, mereka itu orang paling hebat di dunia. Ya, bukan mereka harus dikenal oleh dunia, namun mereka adalah guru terbaik saya di dunia ini. Kalaupun kita sekarang kurang dekat dengan orang tua kita, cobalah sekarang untuk lebih mengenal mereka. 
 
       Saya termasuk orang yang suka bercengkrama dengan orang tua, siapa pun itu. Sebab dari mereka saya bisa mempelajari lembaran-lembaran hidup mereka. Mereka sudah lebih dulu bagaimana melalui ruang waktu ini. Tentu mereka tau bagaimana agar sukses menjalaninya. Walaupun terkadang saya mendengar ada yang masa lalunya terlewati dengan bau penyesalan, merasa gagal tidak mampu memanfaatkan masa mudanya dengan baik. Masa laluku hitam, kelam, sedih untuk mengenagnya, saya ingin bertaubat tapi tak tau apakah aku mampu membayar semua dosa-dosaku. Mungkin begitu ceritanya.

         Ada juga yang menceritakan kisah sukses mereka, pengalaman perjuangan mereka ketika muda. Berjuang melawan penjajah, rela mengaorbankan jiwa dan raga demi kecintaannya terhadap negara ini. Pernah saya ketika dalam  perjalanan ke kota tempat saya kuliah, kota Malang. Saya di dalam  bus bertemu dengan pak Umbara, beliau saat itu kebetulan duduk disamping saya, orangnya santai enak diajak ngobrol, usianya sekitar 68,  mantan pekerja kontraktor yang sudah banyak mengenyam manis, pahitnya kehidupan. Dikondisi seperti itulah bener-bener saya manfaatkan untuk menggali ebih jauh cerita kehidupan dan memetik hikmah dari orang-orang yang sudah dulu ada ketimbang saya. Sepanjang perjalanan Probolinggo-Malang kita berdiskusi, tentang apa saja. Mulai yang ringan sampai isu-isu yang berat seperti isu politik nasional kita, beliau cukup punya wacana yang luas mengenai hal itu sehingga saya bisa banyak sharing juga dengannya. Satu nasihat yang tertanam di otak hati saya wktu itu adalah nasihatnya agar selalu menghormati orang tua saya, jangan sampai menjadi anak yang sombong, melupakan orang tua ketika sudah meraih cita-cita. Orang tua gak akan bangga walaupun anaknya sukses—dalam hal ini sukses dalam karir pekerjaan tetapi mengabaikan orang tua. Orang tua kita itu yang paling inginkan kita harus memahaminya, mereka butuh kasih sayang layaknya  seperti anak kecil lagi ketika memasuki usia lanjut. Dan materi tidak akan bisa membelinya. Kita sebagai anak harusnya memberikan kasih sayang kepada mereka, alasan itulah yang kan membuat mereka bangga. Dan tentunya Tuhan juga akan menyayangi kita. Begitu mungkin yang saya ingat betul nasihatnya.

       Di Indonesia, dewasa ini tradisi menghormati orang tua semakin terkikis oleh budaya modern yang kian mengrogoti kaula muda. Tradisi, sopan santun bangsa Indonesia yang dulu mengakar, sekarang boleh saya bilang menjadi kabur. Mencium tangan orang yang lebih tua sudah dianggap sebagai perilaku feodal—katrok. Padahal sopan santun dan feodal jelas sangat berbeda.
 Pendidikan sopan santun atau tata krama di lingkungan kita khususnya perlu diperhatikan. Orang tua jangan cuma sebagai penasihat saja tapi mampu menjadi contoh buat generasi penerusnya. Coba kita lihat di negeri kita ini, bagaimana para aparatur negara memberi teladan untuk kita, generasi muda. Mereka adalah “orang tua” kita yang seharusya bisa “momong” yang muda-muda. Yang muda kemudian bisa  menghormati mereka yang tua karena kita melihat nilai mereka. Bukan hanya dari petuah dari mereka.

         walaupun begitu, betapa buruknya orang tua kita, harus diingat kita wajib menghormati mereka, jangan sampai kita melalaikannya atau malah membuangnya ke panti jompo dengan alasan dpat pelayanan yang lebih baik. Ada sebuah aksioma yang menarik untuk memahami mengenai hal ini

“orang tua itu ibarat hujan, jumlah air yang turun lebih banyak dari air yang memantul kembali ke atas.”

      Dan sampai kapanpun memang kita tidak akan pernah bisa menandingi kasih yang tulus orang tua kepada kita, bak pantulan air hujan itu yang sedikit sekali kembali ke atas.


6 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar