Bukankah
Rasulullah pernah bersabda, mereka yang usianya lanjut dan keadaannya mendekati
pikun, malaikat hanya akan mencatat amal kebajikannya, jika ia berbuat salah
tidak dicatat lagi karena mereka kembali seperti ubahnya anak kecil lagi. Dan
siapa yang merawat orang tua yang sudah udzur maka Tuhan akan mencurahkan
berkah dari langit karena telah merawat titipan-Nya di muka bumi dengan penuh
kasih sayang.
Kalau bicara
tentang kasih sayang orang tua kepada kita, mungkin sama halnya ketika kita
menghitung air hujan yang turun deras menyuburkan tanah. Tak ada habisnya, tak
mungkin kita sebagai anak mampu membalas semua kebaikannya kepada kita, mereka
orang tua kita adalah pecinta sejati yang tak ingin balasan dari kita. Orang tua
saya juga begitu, mereka itu orang paling hebat di dunia. Ya, bukan mereka
harus dikenal oleh dunia, namun mereka adalah guru terbaik saya di dunia ini.
Kalaupun kita sekarang kurang dekat dengan orang tua kita, cobalah sekarang
untuk lebih mengenal mereka.
Saya termasuk
orang yang suka bercengkrama dengan orang tua, siapa pun itu. Sebab dari mereka
saya bisa mempelajari lembaran-lembaran hidup mereka. Mereka sudah lebih dulu
bagaimana melalui ruang waktu ini. Tentu mereka tau bagaimana agar sukses menjalaninya.
Walaupun terkadang saya mendengar ada yang masa lalunya terlewati dengan bau
penyesalan, merasa gagal tidak mampu memanfaatkan masa mudanya dengan baik. Masa
laluku hitam, kelam, sedih untuk mengenagnya, saya ingin bertaubat tapi tak tau
apakah aku mampu membayar semua dosa-dosaku. Mungkin begitu ceritanya.
Ada juga yang
menceritakan kisah sukses mereka, pengalaman perjuangan mereka ketika muda.
Berjuang melawan penjajah, rela
mengaorbankan jiwa dan raga demi kecintaannya terhadap negara ini. Pernah saya
ketika dalam perjalanan ke kota tempat
saya kuliah, kota Malang. Saya di dalam
bus bertemu dengan pak Umbara, beliau saat itu kebetulan duduk disamping
saya, orangnya santai enak diajak ngobrol, usianya sekitar 68, mantan pekerja kontraktor yang sudah banyak
mengenyam manis, pahitnya kehidupan. Dikondisi seperti itulah bener-bener saya
manfaatkan untuk menggali ebih jauh cerita kehidupan dan memetik hikmah dari
orang-orang yang sudah dulu ada ketimbang saya. Sepanjang perjalanan
Probolinggo-Malang kita berdiskusi, tentang apa saja. Mulai yang ringan sampai
isu-isu yang berat seperti isu politik nasional kita, beliau cukup punya wacana
yang luas mengenai hal itu sehingga saya bisa banyak sharing juga dengannya.
Satu nasihat yang tertanam di otak hati saya wktu itu adalah nasihatnya agar
selalu menghormati orang tua saya, jangan sampai menjadi anak yang sombong,
melupakan orang tua ketika sudah meraih cita-cita. Orang tua gak akan bangga
walaupun anaknya sukses—dalam hal ini sukses dalam karir pekerjaan tetapi
mengabaikan orang tua. Orang tua kita itu yang paling inginkan kita harus
memahaminya, mereka butuh kasih sayang layaknya
seperti anak kecil lagi ketika memasuki usia lanjut. Dan materi tidak
akan bisa membelinya. Kita sebagai anak harusnya memberikan kasih sayang kepada
mereka, alasan itulah yang kan membuat mereka bangga. Dan tentunya Tuhan juga
akan menyayangi kita. Begitu mungkin yang saya ingat betul nasihatnya.
Di Indonesia, dewasa ini tradisi menghormati orang tua semakin terkikis
oleh budaya modern yang kian mengrogoti kaula muda. Tradisi, sopan santun
bangsa Indonesia yang dulu mengakar, sekarang boleh saya bilang menjadi kabur.
Mencium tangan orang yang lebih tua sudah dianggap sebagai perilaku
feodal—katrok. Padahal sopan santun dan feodal jelas sangat berbeda.
Pendidikan sopan santun atau tata
krama di lingkungan kita khususnya perlu diperhatikan. Orang tua jangan cuma
sebagai penasihat saja tapi mampu menjadi contoh buat generasi penerusnya. Coba
kita lihat di negeri kita ini, bagaimana para aparatur negara memberi teladan
untuk kita, generasi muda. Mereka adalah “orang tua” kita yang seharusya bisa “momong”
yang muda-muda. Yang muda kemudian bisa
menghormati mereka yang tua karena kita melihat nilai mereka. Bukan
hanya dari petuah dari mereka.
walaupun begitu, betapa buruknya orang tua kita, harus diingat kita wajib
menghormati mereka, jangan sampai kita melalaikannya atau malah membuangnya ke
panti jompo dengan alasan dpat pelayanan yang lebih baik. Ada sebuah aksioma
yang menarik untuk memahami mengenai hal ini
“orang tua itu ibarat hujan, jumlah air yang turun lebih banyak dari air
yang memantul kembali ke atas.”
Dan sampai kapanpun memang kita tidak akan pernah bisa menandingi kasih yang tulus
orang tua kepada kita, bak pantulan air hujan itu yang sedikit sekali kembali
ke atas.
6 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar