Sedikit tergesa-gesa aku dalam
perjalanan pulang ke rumah beberapa hari yang lalu.Bukan langsung pulang ke
rumah, tapi hari itu pikiran ini tertuju bagaimana agar cepat sampai di rumah
sakit.Kakekku aku sedang sakit, setelah dikabarkan kalau beliau mengalami
stroke saat terjatuh di sawah pekan lalu.Seingat sebulan yang lalu beliau masih
sehat-sehat saja, aku selalu menyempatkan bertemu dan bercengkrama saat aku
sedang dirumah. Sontak kejadian itu membuat aku kaget, ah merasa berdosanya akutidak
bisa menyambangi kakek saat setelah peristiwa itu karena beberapa alasan yang
tidak bisa aku tinggalkan di kota.
Langkah kaki ini semakin bergetar
ketika melewati sepanjang lorong rumah sakit mencari ruangan ICU tempat kakek
dirawat, pandangan mata ini telah membius perasaan dan pikiran.Melihat wajah-wajah
cemas khawatir para keluarga yang sedang menunggu sedang sakit, membuat pikiran
ini semakin tak tenang saja.Sempat berputar-putar mencari ruang ICU namun tak
kunjung melihat keluargaku, akhirnya siapapun yang berpapasan denganku waktu
itu aku tanyai, ternyata memang tante,
nenek saat itu yang berada disana sedang check
up karena nenek kondisinya tidak enak badan, mungkin masuk angin karena
selama seminggu di rumah sakit tidur di lantai beralaskan tikar. Setelah
menunggu beberapa lama aku menunggu di depan ruang ICU, akhirnya aku
bertemu
juga dengan nenek, katanya habis dari check
up dan menebus obat di apotik.
Selang beberapa waktu, jam yang
melingkar ditangan aku menunjukkan pukul 11:00. Itu artinya waktu masuk jam
besuk rumah sakit, aku ingin sekali melihat langsung bagaimana kondisi kakek. Ini
adalah pengalaman kali kedua seumur hidupku masuk ruangan rumah sakit setelah
dulu ketika ayahku sakit dengan kondisinya yang harus dirawat inap.Aku ingin
bercerita betapa dinginnya ruangan itu. Baju hijau rumah sakit seakan membuat
aku tambah merasa dingin saja, ruangan ber-AC seharusnya membuat kering
badanku, atau membuat dingin badanku, tapi hal itu tidak berlaku bagiku saat
itu ketika aku bersanding di samping kakek yang terbujur di ranjang lengkap
dengan selang oksigen beserta rangkaian kabel-kabel yang melekat pada dada
kakek ditambah monitor dan lampu sinyal yang kapan saja bisa membuat setiap
anggota keluarga sontak kaget ketika ia berbunyi atau menandakan terjadinya
sesuatu.Disitu aku sadar betapa mahalnya kesahatan itu. Orang bernafas saja
pake’ bayar segala, ini kan buminya Allah, bisikku dalam hati.
17 derajat celcius
Entah mengapa aku hanya bisa
tertegun, memegang erat tangan kakek sambil membisikkan sesuatu di telinganya,
ia tahu aku berada disitu, tangannya balik memeras tanganku, nafasnya semakin
keras, seolah ingin membalas ucapanku namun tak bisa, tangannya terus saja
memeras tanganku, semakin kencang, wajahnya memerah, aku lihat tubuhnya semakin
lunak, rambutnya yang memutih menunjukkan ia sudah berusia, aku tak tega
melihatnya mengerang kesakitan, terbatuk-batuk saat dokter menyerap lendir di
aliran pernapasannya agar nafasnya enteng, hal itu dilakukan secara berkala
ketika nafasnya terdengar semakin berat, dadanya kembang kempis, nafasku seakan
tertarik juga oleh irama nafas kakek, mengoyak-ngoyak detak jantungku. Tujuh
belas derajat celcius suhu ruangan tak mempan menahan keringatku mengucur deras
menetesi baju hijau ini.Bukannya air mata yang keluar, mestinya itu.Tapi entah
mengapa keringat yang terus bercucuran dari wajahku.Aku ikut tenggelam dengan
nafas kakekku, ah aku tak tega melihatnya tersiksa ketika lagi disedot lendir
di selang yang menuju aliran napasnya.
Aku berusaha menenangkan diri,
sejenak berbisik ke telinga kakek, aku memberi semangat, semangat untuk terus
sabar menghadapi ujian Allah ini, semangat seperti semangatnya kepadakau setiap
aku pulang ketika libur kuliah.Aku masih tak ingin jika terlalu cepat kakek
meninggalkanku dan semua keluarga, bahkan cucu-cucunya yang masih belum ngerti
apa-apa, yang masih guyon di luar ruangan ini. Ada rasa yang menguatkanku juga
saat itu, elusan jempolnya ke tanganku seakan memberi isyarat nasihat kepadaku,
walaupun mulut tak bisa bicara, mata terpejam tak kuat membuka mata,
satu-satunya yang bisa digerakkan hanya tangan kanannya, ia mampu memberikan
nasihat itu, sampai masuk ke ruas sendi-sendi dan sarafku membuat bulu kuduk
ini berdiri, genggaman tangannya tak mau dilepaskan. Aku rasa itulah nasihat
paling baik yang pernah aku dapati. Aku menenangkan diri kembali sembari
mengaji disampingnya, mendoakannya dengan tangan yang terus digenggamnya tanpa
henti dielus-elus, pasti ia hapal dengan tanganku, tangan cucunya, aku yakin
hal itu.
Aroma ruangan itu membuat aku tak
biasa, menggiring pikiran ini jauh ke negatif, obrolan tangannya sudah banyak
membuat hati ini semakin tajam saja, memoriku mengajak jalan-jalan ke setiap
momen lebaran kami semua anggota keluarga besar selalu melakukan tradisi
sungkem bergantian di bawah naungan kakek, setiap anggota keluarga sungkem
sambil kakek mengelus kepala kami, memberikan doa, nasihat kepada kami satu per
satu, setiap tahun seperti itu. Semoga masih bisa nyambung lebaran tahun depan,
harapanku.
Ajal Sudah Tiba
Kalau
ada yang bertanya apa yang paling dekat di dunia ini? Jawabannya adalah
kematian. Iya, kematian itu paling dekat, paling pasti yang menghadang dengan
setia dan sabar di hari depan. Semua makhluk pasti mati.Tidak siapa pun yang
membantahnya.Bahkan sekalipun orang itu atheis—tidak percaya adanya Tuhan.
Kematian akan menimpa siapa saja, termasuk aku. Tinggal menunggu gilirannya
kapan kematian itu akan dipergilirkan kepada kita. Ya Allah, aku tak minta
banyak dari-Mu, berikanlah kesembuhan pada kakekku walaupun nantinya kakekku
harus lumpuh, tapi aku dan kami sekeluarga masih ingin merawatnya dengan segala
yang yang kami mampu, izinkalah kami merawatnya.Doa itu selalu kami lantunkan
setiap waktu, dua puluh dua hari di rawat di ICU tak kunjung terlihat tanda
membaik, kondisi kakek semakin tak tentu saja, naik-turun. Kini hanya doa saja
yang mampu aku bisa berikan, berharap ada keajaiban atas jawaban doa kami.
Segala usaha teknis pengobatan medis maupun alternatif sudah dilakukan
semaksimal mungkin, tindakan operasi juga terlalu amat beresiko kepada kakek
kerena pembuluh darah di otak sudah pecah, hanya doa dan doa. Hanya atas izin
Allah lah semua bisa terjadi.
Dua
minggu berada di rumah, sering bergantian menunggu menemani anggota keluarga di
rumah sakit telah berlalu, aku pun juga harus melakukan kewajibanku kembali
masuk kuliah.Maaf kek, aku tak bisa setiap hari menemanimu, aku pergi berangkat
kuliah dulu ya kek.
Lima
hari masuk kuliah, tepatnya tanggal 20 februari yang lalu sekitar pukul 12:00
WIB kabar itu datang, Izrail telah datang menjemput kakek.Innalillahi
wainnailaihirojiun.Ajal sudah tiba, tak seorang pun dapat menolaknya. Selamat
jalan kakek, kehidupan masih panjang, selamat beristiharat dengan tenang di
alam sana--alam baka sebagai tempat transit sebelum menuju alam kekal akhirat.
Terima kasih telah mencurahkan kasih sayangmu kepadaku
selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar