Jujur. Adalah kata yang mudah diucapkan tapi sulit dilaksanakan. Sebab, jujur membutuhkan keberanian. Atau, jika perkataan saya salah, kita pakai saja "jujur karena benar akan membawa keberanian".
Dua minggu sudah, saya magang di salah satu instansi pemerintah Kota Pasuruan. Waktu yang bisa dianggap cukup untuk mengenali lingkungan kerja termasuk orang-orang yang ada dalam kantor. Sesuai rencana, saya ditempatkan di bagian yang saya inginkan: penagihan dan keberatan pajak. Disana, ada sembilan orang pegawai, satu orang Kabid (Kepala Bidang), dua orang Kasi (Kepala Seksi/ Kepala Sub Bagian), dan enam orang staf.
Pak Te, ya, begitu sapaan akrabnya. Beliau salah satu dari enam orang staf penagihan. Nama lengkapnya Suteja, panggilannya Pak Te. Nama yang sederhana. Hhe..
Saya jadi ingat nama kawan SMP, namanya Teja juga, ketika saya tanyai sejarah nama itu dia bilang Te, berasal dari penggalan nama daerah Ternate, daerah asal bapaknya. Sedang, Ja, berasal dari suku kata Pulau Jawa, tempat lahir ibunya. Jadilah Teja.
Pak Te, panggilan itu tersemat padanya bukan karena akronim atau apa, tapi memang kultur di instansi itulah yang sudah melabelkan nama-nama panggilan yang unik, sederhana dan mudah diingat. Sebut saja disana ada namanya pak Ce (Cahyono). Nama-nama singkat itu sepertinya hanya dimiliki oleh angkatan tua. Salah satunya Pak Te, usianya sudah nggak pagi lagi. Kurang 4 tahun, beliau mengaku sudah akan copot seragam. Lebih pantas sebenarnya saya memanggilnya dengan sebutan "Mbah", tapi karena menghormati posisi beliau di kantor, saya tetap memakai kata "Pak".
Saya suka berdiskusi dengan siapa saja, dari yang anak-anak, kawan sebaya ataupun orang tua. Dengan orang yang lebih tua, biasanya saya lebih banyak mengambil sari pengalaman hidupnya. Sebab, saya anggap mereka yang sudah lebih dulu hidup, lebih dulu telah memakan-meminjam ungkapan salah satu dosen ternama- "asam asin garam kehidupan".
Dari mengenal Pak Te, kecurigaan saya atas perilaku koruptif yang terlabel di instansi pemerintah sepertinya harus saya tarik dulu. Ya, pandangan awam pun saat ini juga tidak akan jauh berbeda dengan saya. Bahwa, Instansi pemerintah sarat dengan perilaku-perilaku koruptif. Setiap hari kita disuguhkan kabar tentang tertangkapnya pejabat pegawai negeri sipil karena korupsi. Tidak mengherankan jika saya punya pandangan demikian. Mengingat, wilayah-wilayah profesi macam PNS, pejabat politik, merupakan lahan basah dan rawan KKN.
Syukurlah, saya berada di tempat itu, setidaknya walau bukan semua, saya masih temui orang-orang jujur. Setiap hari, pekerjaan Pak Te kebanyakan di luar kantor, melakukan penagihan pajak dan saya sering ikut beliau. Dalam penagihan pajak ini, Wajib Pajak yang belum/tidak membayar sendiri ke kantor, akan diberikan Surat Tagihan Pajak (STP). Dan yang menyampaikan STP adalah petugas penagih pajak. Biasanya, Wajib Pajak enggan membayar pajak sendiri dengan datang ke kantor. Saat disampaikan STP di rumah atau tempat usahanya, mereka merasa sangat terbantu oleh kedatangan petugas. Ketika menerima STP, mereka biasanya langsung "membayar". Dalam artian Wajib Pajak menitipkan uang pajak ke petugas. Selanjutnya petugaslah yang membayarkan ke kantor pajak. Sebenarnya, pada kasus ini, sistem pemungutannya memakai self assessment yakni Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk menyetor, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri.
Menitipkan uang pajak kepada petugas inilah yang jadi wilayah potensi perilaku koruptif.
Kecurigaan saya luntur ketika tiap hari saya jalan dengan Pak Te ini, beliau tidak mau sepeser pun menerima/mengambil/memakai yang bukan haknya. Beliau waspada jika nanti sampai masyarakat menganggap petugas itu bisa dibeli, termasuk dirinya juga akan tidak dipercaya masyarakat. Setiap kata yang terucapnya akan di abaikan orang lain. "jujur itu penting le, supoyo omongan iku metu ajine" , begitu wejangannya kepada saya.
Pak Te, di kalangan masyarakat dikenal orang yang jujur, mudah bergaul. Betapa tidak, dimanapun saya pergi sama beliau, setiap kali lewat warung atau tempat makan di jalan di sapa, kita di ajak untuk makan (gratis). Hhe..
Pak Te, saya mau main ke rumah njenengan di minggu-minggu ini, tapi karena ada acara di Malang, saya tunda sebentar ya. Hhe.. Semoga njenengan sehat selalu